BANTEN RAYA – Istri dan anak-anakku panik. Mimik wajah mereka berubah seketika. Pada beberapa detik kemudian semua memalingkan wajah.
Ada yang menutup muka dan menyampaikan gerutuan penyesalan. Penampilan Ayahnya tak seperti biasa.
Istriku seperti mengingat sesuatu. Sebelum omicron menyerbu Indonesia, rencana besar Partai Gerindra untuk mengumpulkan Anggota-Anggota DPR/D Se-Indonesia sudah diumumkan kepada seluruh kader.
Keluargaku tau, aku akan ambil bagian berangkat kesana. Merasakan kembali aroma nasionalisme, patriotisme yang kuat bergelora, mengental menyatu dengan hiruk pikuk, sekaligus dinginnya Hambalang.
Istriku langsung menebak; “Sudah harus ke Hambalang ya Yah? Kapan berangkat?” cecarnya.
Ia langsung cepat beradaptasi dengan keadaan dan mulai menyesuaikan diri, memaklumi penampilanku yang berubah.
Sesungguhnya yang saya tau, kali ini tidak ada kewajiban untuk memotong rambut sependek ini.
Saya sudah memeriksa dokumentasi dari foto-foto mereka, Anggota-anggota DPRD yang menjadi peserta gelombang pertama pada sesi pelatihan ini.
Cukup “pendek” rapih. Tampilan mereka tampak gagah dengan jaket loreng dengan pernak-pernik lain khas Hambalang.
Saya barangkali termasuk yang sangat ”menikmati” apa yang telah kami alami sekitar 6 tahun lalu disana.
Kami “ditanam” disalah satu lembah diperbukitan, kemudian dipindahkan dikawasan perbukitan lainnya diantara padepokan yang menjadi areal kediaman Pak Prabowo Subianto.
Suasananya sangat heroik. Nuansa kebangsaannya terasa kental. Tadi saya sebutkan diatas, kami menyatu betul dengan “Indonesia” yang sesungguhnya.
Masih asli, murni dan otentik. Kalian tentu dapat merasakan maksudku. Nasionalisme kami ditempa disini. Bukan nasionalisme basa basi.
Bagi saya, pelatihan Hambalang ini suasananya lain dari sebelumnya. Suasananya seiring dengan panasnya tensi politik jelang Pemilu yang tak lebih dari dua tahun lagi.
Partai-partai telah sibuk membangun koalisi, mulai intrik sana sini. Saya senang karena Partai ini lebih memilih membangun konsolidasi.
Pak Prabowo memang unik. Temanya selalu saja soal persatuan, kebangsaan, kedaulatan, nasionalisme. Tema-tema ini selalu saja terkadang dianggap terlalu usang.
Padahal disinilah tantangan kita hari ini. Kita justru berpersoalan dengan potensi perpecahan, invasi pihak asing, individualisme, keringnya tanggungjawab dalam membangun kebersamaan.
Tentu saja ini bukan sekedar teori bagi Pak Prabowo. Ia telah mengambil resiko tertinggi – terancam tidak populer – untuk menstimulus rekonsiliasi nasional dengan bergabung bersama pemerintah.
Meminimalisir resistensi “keributan” pasca suksesi 2019 lalu. Ia dimaki, ia dibenci, tapi ia jalan terus lurus menjalankan tugas-tugasnya dengan sangat produktif membangun pertahanan republik Ini.
Pada akhirnya, istriku tau bahwa aku punya antusiasme khusus tentang ini semua. Walaupun tidak pernah aku konfirmasi, dia pasti memahami pertalian batinku dengan partai ini.
Dengan Pak Prabowo Subianto, dengan harapan-harapan tentang Indonesia. Soal rambut tentu saja menjadi tak berarti.
Demi kenangan enam tahun lalu,
Demi meresapi frekuensi otentisitas nasionalisme ala Hambalang,
Demi Gerindra Menang, Demi Prabowo Presiden. (Goben Gusmiyadi, Anggota DPRD Sumatera Utara).***